Universitas Indonesia Conferences, 7th International Symposium of Journal Antropologi Indonesia

Font Size: 
Berebut Proyek: Studi Kasus Perselisihan dan Kontestasi Pengelolaan Hutan di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Dede Syarifudin

Building: Soegondo Building
Room: 524
Date: 2019-07-24 03:00 PM – 04:30 PM
Last modified: 2019-06-18

Abstract


Kebijakan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) ternyata tidak sepenuhnya memberikan wewenang pengelolaan hutan kepada masyarakat tetapi memberikan kepada wakil-wakil masyarakat. Para wakil masyarakat ini menjadi broker yang dapat menentukan siapa saja yang dapat memperoleh keuntungan dari PHBM, mereka menjadi pintu masuk dan keluarnya dana-dana dari program rehabilitasi hutan dan investasi unit bisnis dalam pengelolaan hutan. Broker ditingkat desa ini terbentuk karena skema PHBM yang membawa masuk broker dari luar desa yang membawa program rehabilitasi hutan dan . Broker mengubah program PHBM yang memiliki tujuan jangka panjang yang tertera dalam jargon “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera” menjadi proyek jangka pendek yang bertujuan memberikan keuntungan jangka pendek. Hal ini bisa terjadi karena PHBM yang dijalankan Perhutani memberikan peluang masuknya program rehabilitasi hutan dan investasi dari pihak-pihak lain. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam rehabilitasi hutan seperti Non-Government (NGO) dan Konsultan Kehutanan membawa program rehabilitasi hutan, sedangkan investor membawa modal investasi pengelolaan hutan. NGO, Konsultan Kehutanan, dan Investor menjalin hubungan dengan Perhutani sebagai pemegang wewenang pengelolaan hutan dari negara dan Kelompok Tani Hutan (KTH) serta Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai pemegang PHBM. Lembaga-lembaga ini terjalin dalam skema PHBM yang membentuk hubungan jaringan aktor antar lembaga.