Last modified: 2022-05-09
Abstract
Aspek kepelayanan perempuan di gereja cenderung dibentrokkan dengan masalah kepemimpinan, dimana Sistem patriarki dipandang sebagai kendala yang harus dipermasalahkan dalam mengatasi aktivitas kepelayananan perempuan. Masalahnya penelitian cenderung nyaman menguak dinamika di atas mimbar sebagai bentuk bagian pelayanan. Secara bertolak-belakang, kepelayanan perempuan pendeta dihubungkan dengan aktifitas dari rumah ke rumah serta hanya saat ibadah di gereja. Khusus perempuan pendeta yang melayani di area kepulauan laut Sulawesi, masalah pergerakan atau mobilitas dari suatu tempat ke tempat lain adalah kendala alamiah yang harus dihadapi secara konstan. Karena itu, artikel ini bertujuan untuk mendiskusikan serta mengeksplorasi aktifitas perempuan pendeta dalam kegiatan pelayanan di wilayah perbatasan laut Sulawesi, dimana aspek gerak atau mobilitas menjadi penting karena dihalangi oleh ruang spasial di daerah kepulauan yang menyangkut daerah-daerah pegunungan, pesisir dan melewati batas administrasi antar negara. Salah satunya karena wilayah pelayanan Gereja Masehi Injili Sangihe-Talaud (GMIST) dan Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA) juga menyangkut wilayah pelayanan di daerah-daerah perkebunan dan kumuh di bagian selatan Filipina. Diskusi dalam artikel ini berdasarkan pengalaman perempuan yang berprofesi sebagai pendeta dan penelitian terdahulu yang khusus mengkaji isu perempuan. Berdasarkan pergerakan perempuan pendeta di jemaat kepulauan, mereka memiliki dinamika khusus dengan melibatkan modal sosial sebagai unsur penunjang pelayanan. Modal sosial yang menekankan aspek komunal masyarakat kepulauan menjadi titik tumpu dalam mengatasi persoalan spasial dalam melakukan aktifitas pelayanan pendeta perempuan.